Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengimbau sejumlah pemerintah daerah mewaspadai intensitas hujan tinggi pada pekan ini, 11-17 September 2022.
Mereka tersebar mulai dari daerah dengan penduduk jarang hingga padat.
“Misalkan kan di sini kita lihat di Papua Barat bagian utara,” kata Pelaksana tugas Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari, dalam Disaster Briefing daring di Jakarta, Senin.
Meskipun daerah itu tak tergolong berpenduduk padat, Abdul Muhari menambahkan, “Tetapi ada Sorong dan Manokwari yang mungkin masuk dalam kawasan hulunya.” Intensitas hujan tinggi juga diprakirakan di Jawa Barat, yakni di bagian tengah dan selatan, juga di Kabupaten Bogor, Kabupaten Ciawi, dan Kabupaten Sukabumi bagian selatan.
Selain itu juga sebagian Sumatera bagian utara di sisi timur, kemudian Kalimantan di sisi timur dan Sulawesi.
“Inilah daerah-daerah yang perlu kita waspadai, pemerintah daerah dalam hal ini perlu menyiapkan langkah-langkah antisipasi dan mitigasinya,” ujar dia.
Untuk wilayah Jawa Barat, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika atau BMKG sebelumnya telah menegaskan prediksi awal musim hujan 2022/2023 di wilayah itu dimulai pada bulan ini, September.
Adapun puncak musim hujan diprediksi terjadi Januari–Februari 2023.
Kepala Stasiun Klimatologi Jawa Barat Indra Gustar menerangkan pada bulan ini ada 29 persen zona musim atau ZOM di Jawa Barat yang memasuki musim hujan.
Pada kurun per sepuluh hari atau dasarian I-III September ini, musim hujan tiba di Ciamis, Kuningan, Sukabumi, Cianjur, Bogor, Depok, Bandung, Subang dan Purwakarta.
Terpisah, Kepala BMKG Stasiun Klimatologi Jawa Tengah Sukasno mengatakan cuaca ekstrem di wilayahnya saat pancaroba sekitar Oktober hingga November.
Namun dia juga menjelaskan wilayah Jawa Tengah secara umum sudah akan memasuki musim hujan pada Oktober.
Dalam briefing bencana, Senin, BNPB menjelaskan sejumlah wilayah yang direndam banjir dan kini sudah dinyatakan surut.
Wilayah tersebut yakni Kabupaten Murung Raya, Kalimantan Tengah; Kota Bontang, Kalimantan Timur; Kabupaten Balangan, Kalimantan Selatan; Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan; Kabupaten Barito Selatan, Kalimantan Tengah; dan Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah.
Namun, Abdul juga menyebut ada lanjutan banjir kembali yang terjadi di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat dan Katingan di Kalimantan Tengah.
Dia menyebutkan bahwa Kalimantan adalah daerah rawa yang berarti jika permukaan airnya sudah lebih tinggi dari rata-rata permukaan tanah dan kemudian menggenangi, akan butuh waktu untuk bisa kembali surut.
Bisa terbilang bahwa kemiringan aliran sungainya cenderung datar.
Dampaknya akan sangat terasa kalau curah hujan tinggi di hulu, kemudian saat yang sama pasang air laut.
“Jadi ini lebih banyak air yang diam pada kondisi itu, kecuali kalau misalkan kondisi lingkungannya sepanjang daerah aliran sungai itu memiliki kemampuan untuk menyerap air secara optimal, tentu saja syaratnya harus baik,” ujar Abdul.
Dia memaparkan bahwa banjir selama sepekan, 5-11 September, tersebut menyebabkan 3.088 orang di Kalimantan Selatan dan 3.328 orang di Kalimantan Timur mengungsi.
Menyebut distribusi spasial yang seluruhnya dataran rendah, Abdul berharap ada pemulihan ekosistem untuk penanggulangan banjir Kalimantan.
“Harus kita cicil, kita lakukan sekarang, mungkin efeknya tidak akan terasa dalam 3-5 tahun ini, tetapi dalam 20 tahun yang akan datang periode yang lebih panjang,” ujarnya.